BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pertanian
terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga
dapat dipanen secara seimbang. Pertanian
melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan
memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses
produksi.
Pengembangan wilayah ekonomi berbasis pertanian yang diwujudkan dalam program pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan merata pada semua wilayah.
Pengembangan wilayah ekonomi berbasis pertanian yang diwujudkan dalam program pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan merata pada semua wilayah.
Pengembangan pertanian secara integrasi dengan
mengoptimalkan segala potensi yang dipunyai merupakan suatu sistem yang sangat
tepat untuk dikembangkan oleh masyarakat. Pertanian terintegrasi merupakan
suatu yang berbeda dengan sistem pertanian campuran. Suatu sistem dikatakan
sebagai pertanian campuran adalah ketika minimal 10% pakan untuk ternak berasal dari tanaman dan atau sisa-sisa
tanaman, atau lebih dari 10% total produksi pertanian berasal dari aktivitas
pertanian non ternak (Sere dan Steindeld, 1996). Pertanian terintegrasi bukan
hanya melakukan berbagai usaha pertanian (dua atau lebih usahatani) tetapi
menekankan adanya simpul-simpul yang menyatukan atau menghubungkan diantara
aktivitas usahatani yang satu dengan sistem usahatani yang lain.
Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik
didalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian
konvensional yang menggunakan pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses
pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien maka sebaiknya
produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasanan tersebut
sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan.
Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki
ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah
karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya.
Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan
penekanan biaya produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan
dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Selanjutnya akan terjadi peningkatan hasil
produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi
produksi akan tercapai. Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian
terpadu adalah petani akan memiliki beragam sumber penghasilan. Disamping akan
terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga
efektivitas dan efisiensi produksiakan tercapai. Selain hemat energi,
keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiliki beragam
sumber penghasilan. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak
kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak
dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu memebeli pupuk lagi.
Jika panen gagal petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam untuk
mendapatkan penghasilan. Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa
Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia
dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi
ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat.
Subsektor
peternakan sebagai bagian integral pembangunan pertanian memiliki peran
strategis dalam penyediaan bahan pangan dan pemberdayaan masyarakat dengan
berupaya meningkatkan produksi peternakan melalui penanganan seluruh potensi
yang ada secara terpadu dan seimbang. Salah satunya dengan pengembangan usaha
peternakan sapi potong sebagai penghasil daging untuk memenuhi permintaan
daging.
Strategi
pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa depan, karena
permintaan akan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus meningkat
seiring dengan perningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergisi tinggi sebagai pengaruh dari
naiknya tingkat pendidikan masyarakat. Pembangunan dan pengembangan tersebut
salah satunya adalah pembangnan di bidang pertanian yang meliputi pembangunan
di bidang peternakan, peternakan merupakan salah satu usaha yang sudah lama
dilakukan oleh masyarakat di pedesaan adalah beternak sapi potong, yang
berbentuk usaha peternakan rakyat.
Berkaitan
dengan hal tersebut di atas, perlu diintensifkan alternatif pola pengembangan
peternakan rakyat yang mempunyai skala usaha yang ekonomis, dan mampu
memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga yang cukup memadai. Dalam
perspektif ke depan, usaha peternakan rakyat harus mengarah menopang dalam
pengembangan agribisnis peternakan, sehingga tidak hanya sebagai usaha
sampingan, namun sudah mengarah pada usaha pokok dalam perekonomian keluarga.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana potensi
agribisnis dilihat dari integrasi pertanian dengan peternakan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Integrated Crop Management dan Integrated Live Stock Management
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau Integrated Corp Management (ICM) adalah upaya untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan dengan memperhatikansumber daya yang tersedia serta kemauan dan kemampuan petani (Irawan, 2008). Pengelolaan TanamanTerpadu (PTT) merupakan system budidaya tanaman dan pengendalian hama penyakit yang terintegrasi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padiyang optimal serta terjaminnya keseimbangan agroekosistem yang berkelanjutan (Iskandar, 2008). Sedangkan, pengelolaan ternak terpadu untuk peternakan dan/atau sistem/pola pertanian terpadu dimana ada hubungan timbal-balik antara pertanian dan peternakan.
Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) adalah intensifikasi sistem usahatani melalui
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan komponen
ternak sebagai bagian kegiatan usaha. Tujuan pengembangan SITT adalah untuk
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian untuk
mewujudkan suksesnya revitalisasi pembangunan pertanian. Komponen usahatani
SITT meliputi usaha ternak sapi potong, tanaman pangan (padi & palawija),
hortikultura (sayuran), perkebunan, (tebu) dan perikanan (lele, gurami, nila).
Limbah ternak (kotoran sapi) diproses menjadi kompos & pupuk organik
granuler serta biogas; limbah pertanian (jerami padi, batang & daun jagung,
pucuk tebu, jerami kedelai dan kacang tanah) diproses menjadi pakan. Gas-bio
dimanfaatkan untuk keperluan memasak, sedangkan limbah biogas (sludge) yang
berupa padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi &
ikan, dan yang berupa cairan dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk tanaman
sayuran dan ikan (Hardianto, 2008).
B.
Konsep
dan Keunggulan Sistem Integrasi Tanaman Ternak
Ciri
utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang
saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran
ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah
pertanian sebagai pakan ternak (Reijntjes et al., 1999 dalam Ismail dan Andi
Djayanegara, 2004).
Pada
model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan keterediaan pakan
dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung, limbah
kacang-kacang, dan limbah pertanian lainnya. Kelebihan dari adanya pemanfaatan
limbah adalah disamping mampu meningkatkan “ketahanan pakan” khususnya pada
musim kemarau, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput,
sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala
pemeliharaan ternak.
Pemanfaatan
kotoran sapi sebagai pupuk organik disamping mampu menghemat penggunaan pupuk
anorganik, juga sekaligus mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur
hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas lahan. Hasil
kajian Adnyana, et al. (2003) menunjukkan bahwa model CLS yang dikembangkan
petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk
anorganik 25-35 persen dan meningkatkan produktivitas padi 20-29 persen.
C.
Pengelolaan
Limbah Peternakan Terpadu dan Agribisnis
Pada
prinsipnya pengertian terpadu disini adalah bagaimana sistem pengelolaan limbah
peternakan dapat memberikan kontribusi hubungan timbal balik antara limbah
sebagai bahan sisa proses/aktivitas di satu sisi dan limbah sebagai sumberdaya
yang dapat dimanfaatkan di sisi lain. Limbah peternakan terdiri atas
sebagian besar sisa metabolisme ternak (feses, urin dsb.), sisa pakan, dan sisa
segala aktivitas lain yang dilakukan pada usaha peternakan tersebut. Hampir
seluruhnya berupa bahan organik, yang berdasarkan bentuknya terdiri atas padat,
semi padat dan cair. Sifat ini memberi indikasi bahwa limbah peternakan
merupakan sumberdaya yang sangat potensial sebagai energi dan nutrisi bagi
kehidupan, baik bagi mikroorganisme, hewan, ataupun bagi tanaman, yang secara
berkesinambungan saling berinteraksi satu dengan yang lain. Dari semua
proses/aktivitas pengelolaan limbah peternakan akan berujung pada hasil akhir
berupa pupuk organik alami, yang sangat diperlukan sebagai sarana produksi bagi
usaha pertanian, baik tanaman pangan, perkebunan ataupun tanaman hias.
Dalam
pengelolaan limbah peternakan harus diciptakan suatu sistem yang dapat mengubah
karakteristik limbah yang selama ini menjadi beban biaya tanpa hasil menjadi
beban biaya yang memberi kontribusi keuntungan. Limbah peternakan yang selama
ini dibuang begitu saja harus diubah menjadi bahan yang sangat dibutuhkan
sebagai sarana kegiatan baru yang menguntungkan pada usaha peternakan tersebut.
Agribisnis merupakan usaha di bidang pertanian, baik pertanian tanaman pangan,
perkebunan, peternakan maupun di bidang perikanan. Di Subsektor Pertanian
Tanaman Pangan, Perkebunan, dan tanaman hutan produksi (Sektor Kehutanan),
pupuk merupakan sarana produksi utama yang harus tersedia, baik kuantitas
maupun kualitasnya. Kelangkaan pupuk dewasa ini merupakan masalah nasional yang
mengancam kegagalan agribisnis, terutama pada program ketahanan pangan.
Berdasarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi limbah peternakan dapat dikonversi menjadi pupuk
organik, bahan bakar dan biomassa protein sel tunggal atau etanol. Konversi
limbah menjadi pupuk organik akan sangat berperan dalam pemulihan daya dukung
lingkungan, terutama di bidang pertanian. Limbah peternakan juga sangat potensial
sebagai bahan baku pembuatan biomassa protein sel tunggal (PST). PST merupakan
biomassa yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan sangat potensial dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, udang dan ikan. Demikian juga
sebagai bahan bakar, limbah peternakan merupakan sumberdaya yang sangat
potensial.
D.
Penerapan
Sistem Integrasi Tanaman- Ternak
Berdasarkan potensi dan
kondisi yang ada, maka teknologi yang akan diintroduksikan diarahkan pada
penerapan pola Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak
pada lahan sawah, antara lain :
1) Minapadi
legowo
Nilai tambah
dari tanam padi cara tanam legowo
selain keuntungan dari peningkatan produksi padi, juga
dengan adanya lolongkrang (ruang kosong) yang mencapai 50% dari
seluruh lahan, dapat ditanam ikan yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan petani. Rerata kenaikan optimal berat ikan per hari yaitu
0,99-1,97 g/ekor/hari
2) Penggemukan
Sapi potong
Penggemukan sapi potong
dengan pakan utama jerami fermentasi kering mempunyai angka
pertumbuhan berat mencapai rata-rata 0,7 kg/ekor/hari.
Hal yang menarik dari
pengkajian ini adalah bahwa sumber bahan pakan yang digunakan adalah
serba limbah, yaitu mulai dari jerami
(padi & jagung) sebagai pakan
dasar dan pakan penguatnya terdiri dari dedak padi, tongkol
jagung, dan ampas kelapa yang selama ini belum dimanfaatkan.
3) Produksi
Kompos
Sapi dewasa dapat
menghasilkan kotoran basah 4-5 ton/tahun. Kotoran diolah menjadi kompos,
akan dihasilkan 2-2,5 ton kompos/ekor sapi/tahun.
Kompos yang dihasilkan dapat digunakan (dikembalikan)
ke sawah atau di jual. Satu hektar sawah membutuhkan kompos 1,5-2 ton. Apabila
kompos digunakan sebagai pupuk, maka akan
memperbaiki sifat fisik tanah dan sekaligus akan
mengurangi penggunaan pupuk kimia yang harganya relatif mahal.
Perhitungan
secara parsial menunjukkan bahwa biaya
untuk menghasilkan kompos adalah Rp 125,00/kg. Harga jual kompos di
tingkat petani adalah Rp 250,00–Rp 300,00/kg. Harga dasar kompos pada saat ini
bisa mencapai Rp 400,00 s.d. Rp 500,00/kg. Satu hektar sawah dapat menghidupi 2
ekor sapi dewasa. Kompos yang dihasilkan dari 2 ekor sapi adalah 4-5 ton/tahun.
Harga jual kompos di tingkat petani dari 2 ekor sapi adalah Rp 1.500.000,00 sd.
Rp 2.000.000,00. Kalau ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh petani di
pedesaan, maka akan terjadi penyerapan tenaga kerja,
peningkatan kesuburan tanah,
peningkatan produktivitas lahan, penurunan
penggunaan pupuk anorganik (buatan) yang pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani.
E.
Pola
Pengembangan Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak
Keberhasilan
usahatani integrasi tanaman-ternak
sifatnya sangat kondisional, pendekatan usahatani
integrasi tanaman-ternak di suatu wilayah akan
berbeda dengan wilayah lainnya. Sebagai implementasi
dalam pengembangan usahatani integrasi tanaman-ternak berbasis padi pada lahan
sawah irigasi dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu pendekatan
“ in-situ” dan pendekatan ”ex-situ”:
ü Pola
pengembangan dengan pendekatan “in-situ”
Yang dimaksud
dengan pendekatan “ in-situ” yaitu ternak
yang diusahakan secara fisik berada dalam hamparan usahatani
padi. Hal ini dimaksudkan agar limbah jerami padi yang akan dijadikan
pakan ternak tidak memerlukan biaya yang
tinggi dan tenaga yang banyak dalam pengangkutannya.
Begitu juga kompos hasil fermentasi dapat
dengan mudah didistribusikan ke lahan sawah. Dengan demikian
akan diperoleh efisiensi yang tinggi.
ü Pola
pengembangan dengan pendekatan “ex-situ”
Dalam usahatani
integrasi tanaman-ternak secara ex-situ, ternak (sapi) dipandang sebagai
“pabrik” pengolah limbah pertanian, lahan sawah
dipandang sebagai penyedia utama
pakan ternak (jerami). Wujud
keterkaitan antara tanaman dengan ternak terletak
pada kompos yang dihasilkan oleh ternak, kompos
ini dikembalikan ke tanah untuk perbaikan
kesuburan tanah baik secara fisik maupun
kimia.
Sasaran
pengembangan usahatani integrasi
tanaman-ternak secara ex-situ adalah pemodal besar.
Keuntungan yang akan diperoleh bagi pengusaha ini adalah selain dari ternaknya
sendiri juga keuntungan yang lebih besar adalah
dari pengusahaan kompos. Apabila usahatani
integrasi tanaman-ternak “ ex-situ” dapat dilaksanakan maka daya dukung
jerami adalah untuk 150.000-200.000 ekor sapi/tahun. Sementara kompos yang
dihasilkan dari 1 ekor sapi pertahun adalah 2 ton. Jadi kompos yang
dihasilkan seluruhnya adalah 300.000 – 400.000 ton dengan penggunaan 2 ton
kompos per tahun maka sekitar 150.000-200.000 ha lahan sawah dapat diperbaiki
kesuburannya.
BAB
III
KESIMPULAN
Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) adalah intensifikasi sistem usahatani melalui
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan komponen
ternak sebagai bagian kegiatan usaha. Pada prinsipnya pengertian terpadu disini
adalah bagaimana sistem pengelolaan limbah peternakan dapat memberikan
kontribusi hubungan timbal balik antara limbah sebagai bahan sisa
proses/aktivitas di satu sisi dan limbah sebagai sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan di sisi lain.Tujuan pengembangan SITT adalah untuk meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian untuk mewujudkan
suksesnya revitalisasi pembangunan pertanian.
Ciri
utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang
saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Model CLS yang dikembangkan
petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk
anorganik 25-35 persen dan meningkatkan produktivitas padi 20-29 persen.
Dalam pengelolaan
limbah peternakan harus diciptakan suatu sistem yang dapat mengubah
karakteristik limbah yang selama ini menjadi beban biaya tanpa hasil menjadi
beban biaya yang memberi kontribusi keuntungan. Berdasarkan ilmu pengetahuan
dan teknologi limbah peternakan dapat dikonversi menjadi pupuk organik, bahan
bakar dan biomassa protein sel tunggal atau etanol. Konversi limbah menjadi
pupuk organik akan sangat berperan dalam pemulihan daya dukung lingkungan,
terutama di bidang pertanian. Limbah peternakan juga sangat potensial sebagai
bahan baku pembuatan biomassa protein sel tunggal (PST). PST merupakan biomassa
yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan sangat potensial dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan pakan ternak, udang dan ikan. Demikian juga sebagai bahan
bakar, limbah peternakan merupakan sumberdaya yang sangat potensial.
Berdasarkan
potensi dan kondisi yang ada, maka teknologi yang akan diintroduksikan
diarahkan pada penerapan pola Usahatani Integrasi
Tanaman-Ternak pada lahan sawah, antara lain minapadi legowo,
penggemukan sapi potong, produksi kompos.
Pendekatan
“ in-situ” yaitu ternak yang diusahakan secara
fisik berada dalam hamparan usahatani padi. Hal ini dimaksudkan agar
limbah jerami padi yang akan dijadikan pakan ternak tidak
memerlukan biaya yang tinggi dan tenaga
yang banyak dalam pengangkutannya. Dalam usahatani
integrasi tanaman-ternak secara ex-situ, ternak (sapi) dipandang sebagai
“pabrik” pengolah limbah pertanian, lahan sawah
dipandang sebagai penyedia utama
pakan ternak (jerami). Wujud keterkaitan
antara tanaman dengan ternak terletak pada
kompos yang dihasilkan oleh ternak, kompos ini
dikembalikan ke tanah untuk perbaikan kesuburan
tanah baik secara fisik maupun kimia.
Sasaran pengembangan usahatani integrasi
tanaman-ternak secara ex-situ adalah pemodal besar.
Powerpoint : Sisitem Integrasi Tanaman - Ternak
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, et al. 2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke Depan. Laporan Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Litbang Pertanian. Bogor.
Anonim. 2010. Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak. http://h0404055.wordpress.com.
Diakses pada 18 Maret 2012 pukul 12.21 WIB.
Hardianto, Rully. 2008. Pengembangan Teknologi Sistem Integrasi
Tanaman-Ternak Model Zero Waste. http://porotani.wordpress.com.
Diakses pada 18 Maret 2012 pukul 12.10 WIB.
Ismail I.G dan A. Djajanegara.
2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft). Proyek PPATP.
Jakarta.
Sudiarto, Bambang. 2008.
Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu dan Agribisnis yang Berwawasan
Lingkungan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bandung.
wah trimakasih kakak...sangat membantu sekali :)