Faktor Internal
Kemampuan berkembang biak (reproductive potensial) akan menentukan tinggi rendahnya, populasi
hama. Apabila di telusuri lebih lanjut, kemampuan berkembang biak itu
bergantung kepada kecepatan berkembang biak (rate of multiplication) dan perbandingan sex ratio serangga hama.
Kemudian kecepatan berkembang biak ditentukan oleh keperidian (fecundity) dan jangka waktu
perkembangan.
a.
Sex Ratio
Serangga hama pada
umumnya berkembang biak melalui perkawinan walaupun ada beberapa spesies
tertentu yang menghasilkan keturunannya tanpa melalui pembuahan telurnya yang disebut
partenogenesis. Perbandingan serangga jantan dan serangga betina atau lebih
dikenal dengan sex ratio sangat penting dalam menentukan cepatnya pertumbuhan
populasi hama. Sebagian besar serangga mempunyai sex ratio 1:1 yang artinya
kemungkinan serangga jantan dan serangga betina yang bertemu kemudian melakukan
kopulasi akan lebih tinggi sehingga reproduksi serangga tersebut akan tinggi.
Pada beberapa serangga hama tertentu, perbandingan sex ratio tidaklah demikian,
contoh pada serangga hama Xylosandrus
compactus sex rationya 1:9; pada serangga Hyphothenemus hampei sex rationya 1:59, artinya serangga betina
lebih banyak dari serangga jantan. Kemudian pada serangga hama Saissetia nigra dan Saissetia coffeae, telur menetas menjadi serangga betina dan belum
ditemukan serangga jantan. Ada lagi yang menyatakan sex ratio itu sebagai sex
faktor yaitu perbandingan antara jumlah serangga betina dengan populasi
serangga atau :
Sebagai contoh suatu
populasi serangga ada 80 ekor di antaranya 40 ekor serangga betina. Jadi sex
faktor = 0,5. Apabila sex faktor = 1,0 berarti seluruh populasi betina, maka peluang
biakan serangga itu partenogenesis.
b.
Keperidian
Keperidian adalah
kemampuan indiviidu betina untuk menghasilkan sejumlah telur. Serangga hama yang
mempunyai keperidian cukup tinggi biasanya diketahui dengan faktor luar sebagai
penghambat perkembangannya juga tinggi. Baik berupa makanannya, musuh alami,
faktor fisik: ataupun faktor kompetisi antara serangga hama itu sendiri dalam
memperoleh ruang tempat hidup, memperoleh makanan dan lain sebagainya. Pada
serangga hama tertentu meletakkan telur satu per satu dan dalam jumlah yang
tidak begitu banyak, namun mayoritas serangga hama akan meletakkan telur secara
berkelompok dan begitu menetas akan terjadi kompetisi diantara serangga
sendiri. Kompetisi akan terjadi pada individu-individu dalam suatu habitat
untuk mendapatkan sumber kebidupan. Kompetisi antar individu dapat terjadi
dalam bentuk:
1)
Kompetisi dalam
hal makanan
Kompetisi dalam hal
makanan biasanva terjadi karena populasi makanan saat itu berkurang, sedangkan
populasi serangga stabil atau bahkan meningkat. Akibatnya akan bekerja faktor
yang bersifat density dependent, yang
berkaitan dengan suplai makanan tersebut, terjadinya penurunan populasi
serangga karena meningkatnya mortalitas. Kompetisi diatas dapat dicontohkan
pada serangga hama gudang: Tribolium sp.,
Sitophilus sp. yang suplai makanannya
terbatas seperti gudang-gudang dikosongkan sehingga makanan terbatas dan
serangga banyak mati. Bagi serangga yang kuat dalam kompetisi itu akan tetap
hidup karena serangga tersebut masih mendapat makanan.
2)
Kompetisi dalam
hal ruang gerak
Kompetisi itu terjadi
pada serangga hama yang hidup dan berkembang pada ruang gerak terbatas. Dapat
dicontohkan serangga yang hidup pada
lubang gerak. Bila dalam sebuah lubang gerak dihuni oleh 2 ekor larva
atau lebih, maka ruang gerak menjadi sempit. Akibatnya serangga yang kuat akan
bertahan dan yang lemah akan terdesak dan mati.
3)
Kompetisi dalam
hal tempat berlindung
Kompetisi ini sering
dijumpai pada serangga-serangga yang berukuran kecil yang umumnya lemah, tidak
tahan sinar matahari langsung, kelembaban yang rendah, hujan lebat dan angin
kencang. Jika tempat berlindung terbatas
maka sebagian populasinya akan tertimpa keadaan ekstrim di atas. Akibatnya
populasi menurun. Pengaruh lain akibat kompetisi ini adalah menurunnya populasi
musuh alami karena berkurangnya inang ataupun mangsa.
c.
Jangka Waktu
Perkembangan Serangga
Pada sebagian serangga
hama jangka waktu perkembangan dari telur sampai dewasa berlangsung pendek,
tetapi pada serangga lain perkembangannya berlangsung lama. Serangga yang
mengalami metamorfosa holometabola perkembangan serangga dimulai dari
telur-larva-pupa/kepompong-dewasa. Pada serangga yang mengalami metamorfasa
hemimetabola atau paurometabola perkembangannya dimulai dari
telur-nimfa-dewasa. Kualitas makanan akan berpengaruh kepada pertumbuhan
serangga seperti dicontohkan pada serangga Dasynus
piperis yang diberi makanan (buah lada) dari varietas Natar mempunyai bobot
tubuh yang lebih besar daripada serangga yang diberi makanan dari varietas
Cunuk dan Petaling. Hal itu berkaitan dengan perbedaan karbohidrat, protein
maupun pipereni pada tiga varietas tersebut. Demikian pula pengaruh makanan
terhadap serangga hama diantaranya tercermin dari siklus hidup serangga itu.
Pada umumnya serangga yang kebutuhan nutrisinya terpenuhi dan berimbang, siklus
hidupnya akan lebih cepat bila dibandingkan dengan serangga hama yang kebutuhan
nutrisinya tidak cukup. Berbagai spesies serangga masing-masing mempunyai
berbagai spesies serangga jangka
perkembangan bagian serangga yang berbeda-beda pula. Ada serangga yang siklus
hidupnya beberapa hari, atau hidup lebih dari satu bulan. Pada Coccus viridis, begitu telur diletakkan
maka 11 jam kemudian telur menetas menjadi nimfa.
Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang berhubungan dengan lingkungan
tempat hidup serangga. Terdapat tiga faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan hama, yaitu faktor abiotik, biotik, dan makanan.
a.
Faktor Abiotik
1)
Suhu/Temperatur
Setiap spesies serangga
mempunyai jangkauan suhu masing-masing dimana ia dapat hidup, dan pada umumnya
jangkauan suhu yang efektif adalah suhu minimum. Serangga memiliki kisaran suhu
tertentu untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat
mengalami kematian. Efek ini terlihat pada proses fisiologis serangga, dimana
pada suhu tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada
suhu yang lain (Ross, et al., 1982; Krebs, 1985). Umumnya kisaran suhu yang
efektif adalah 15ºC (suhu minimum), 25ºC suhu optimum dan 45ºC (suhu maksimum).
Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan akan besar
dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit (Natawigena, 1990).
2)
Kelembaban Udara
Kelembaban udara
mempengaruhi kehidupan serangga langsung atau tidak langsung. Serangga yang
hidup di lingkungan yang kering mempunyai cara tersendiri untuk mengenfisienkan
penggunaan air seperti menyerap kembali air yang terdapat pada feces yang akan
dibuang dan menggunakan kembali air metabolik tersebut, contohnya serangga
rayap. Oleh karena itu kelembaban harus dilihat sebagai keadaan lingkungan dan
kelembaban sebagai bahan yang dibutuhkan organisme untuk melangsungkan proses
fisiologis dalam tubuh. Sebagai unsur lingkungan, kelembaban sangat menonjol
sebagai faktor modifikasi suhu lewat reduksi evapotranspirasi. Selanjutnya
tidak ada organisme yang dapat hidup tanpa air karena sebagian besar jaringan
tubuh dan kesempurnaan seluruh proses vital dalam tubuh akan membutuhkan air.
Serangga akan selalu mengkonsumsi air dari lingkungannya dan sebaliknya secara
terus menerus akan melepaskan air tubuhnya melalui proses penguapan dan
ekskresi. Dalam hal ini kebutuhan air bagi serangga sangat dipengaruhi oleh
lingkungan hidupnya terutama kelembaban udara.
Beberapa penelitian
mengenai beberapa ketahanan serangga terhadap kekeringan menunjukkan korelasi
yang tinggi dengan keadaan lembab tempat hidupnya. Secara umum kelembaban udara
dapat mempengaruhi pembiakan, pertumbuhan, perkembangan dan keaktifan serangga
baik langsung maupun tidak langsung. Kemampuan serangga bertahan terhadap
keadaan kelembaban udara sekitarnya sangat
berbeda menurut jenisnya. Dalam hal ini kisaran toleransi terhadap
kelembaban udara berubah untuk setiap
spesies maupun stadia perkembangannya, tetapi kisaran toleransi ini
tidak jelas seperti pada suhu. Bagi serangga pada umumnya kisaran
toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum terletak didalam titik
maksimum 73-100 persen. Cuaca yang lembab merangsang pertumbuhan populasi,
sedang cuaca yang sangat kering atau keadaan yang banyak hujan menghambat
pertumbuhan tersebut. Kebanyakan air, seperti banjir dan hujan lebat merupakan
bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga, termasuk juga berbagai jenis
kupu-kupu yang sedang beterbangan, serta dapat menghanyutkan larva yang baru
menetas.
3) Cahaya,
Warna, dan Bau
Cahaya adalah faktor
ekologi yang besar pengaruhnya bagi serangga, diantaranya lamanya hidup, cara
bertelur, dan berubahnya arah terbang. Banyak jenis serangga yang memilki
reaksi positif terhadap cahaya dan tertarik oleh sesuatu warna, misalnya oleh
warna kuning atau hijau. Beberapa jenis serangga diantaranya mempunyai
ketertarikan tersendiri terhadap suatu warna dan bau, misalnya terhadap
warna-warna bunga. Akan tetapi ada juga yang tidak menyukai bau tertentu
(Natawigena, 1990).
Sumber cahaya dan panas
yang utama di alam adalah radiasi surya. Radiasi dalam hal ini radiasi langsung
yang bersumber dari surya dan radiasi baur yang berasal dari atmosfir secara
keseluruhan. Untuk menjelaskan sifat radiasi di bedakan antara panjang
gelombang cahaya dan intensitas cahaya atau radiasi. Pengaruh cahaya terhadap
perilaku serangga berbeda antara serangga yang aktif siang hari dengan yang
aktif pada malam hari. Pada siang hari keaktifan serangga dirangsang oleh
keadaan intensitas maupun panjang gelombang cahaya di sekitarnya. Sebaliknya
ada serangga pada keadaan cahaya tertentu justru menghambat keaktifannya. Pada
umumnya radiasi yang berpengaruh terhadap serangga adalah radiasi infra merah,
dalam hal ini berpengaruh untuk memanaskan tubuh serangga.
4) Angin
Angin dapat berpengaruh
secara langsung terhadap kelembaban dan proses penguapan badan serangga dan
juga berperan besar dalam penyebaran suatu serangga dari tempat yang satu ke
tempat lainnya. Baik memiliki ukuran sayap besar maupun yang kecil, dapat
membawa beberapa ratus meter di udara bahkan ribuan kilometer (Natawigena,
1990). Angin mempengaruhi mobilitas serangga. Serangga kecil mobilitasnya
dipengaruhi oleh angin, artinya serangga yang demikian dapat terbawa sejauh
mungkin oleh gerakan angin.
b. Faktor
Biotik
Komponen terpenting dari faktor biotik adalah
parasitoid, predator, dan entomopatogen.
1) Parasitoid
Parasitoid
berukuran kecil dan mempunyai waktu perkembangan lebih pendek dari inangnya
dengan cara menumpang hidup pada atau di dalam tubuh serangga hama. Dalam tubuh
host/inang tersebut, parasitoid mengisap cairan tubuh atau memakan jaringan
bagian dalam tubuh inang. Parasitoid yang hidup di dalam tubuh inang disebut
endoparasitoid dan yang menempel di luar tubuh inang disebut ectoparasitoid.
Parasitoid umumnya mempunyai inang yang lebih spesifik, sehingga dalam keadaan
tertentu parasitoid lebih efektif mengendalikan hama. Kelemahan dari parasitoid
itu karena adanya parasitoid tertentu yang dapat terkena parasit lagi oleh
parasitoid lain. Kejadian seperti diatas disebut hiperparasitisme dan
parasitoid lain tersebut disebut parasit sekunder. Bila parasit sekunder ini terkena parasit
lagi disebut parasit tersier. Parasit sekunder dan parasit tersier disebut
sebagai hyperparasit.
2) Predator
Predator
yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain.
Predator biasanya berukuran lebih besar dari parasit dan perkembangannya lebih
lama inangnya. Predator tidak spesifik terhadap pemilihan mangsa. Oleh karena
itu predator adalah serangga atau hewan lain yang memakan serangga hama secara
langsung. Untuk perkembangan larva menjadi dewasa dibutuhkan banyak mangsa.
Predator yang monophagous (mempunyai satu inang) menggunakan serangga hama
sebagai makanan utamanya. Predator seperti ini biasanya efektif tetapi
mempunyai kelemahan, yaitu apabila populasi hama yang rnenjadi hama mangsanya berkurang,
biasanya predator tidak dapat bertahan hidup lama. Pada umumnya predator tidak
bersifat monophagous, contoh: kumbang famili Coccinellidae, belalang sembah dan lain sebagainya.
3) Entomopatogen
Entomopatogen
dapat menimbulkan penyakit, meliputi cendawan, bakteri, virus, nematoda atau
hewan mikro lainnya yang dapat mempengaruhi kehidupan serangga hama.
Entomopatogen sudah mulai dikembangkan sebagai pestisida alami untuk
mengendalikan serangga hama. Sebagai contoh Bacillus
thuringiensis sudah diformulasikan dengan berbagai merek dagang. Bakteri
ini akan menginfeksi larva sehingga tidak mau makan dan akhirnya larva mati.
Demikian pula dengan cendawan sudah dikembangkan untuk mengendalikan serangga
hama, seperti Metarhizium anisopliae
yang digunakan untuk mengendalikan
larva Oryctes rhinoceros. Entomopatogen lain seperti virus Nuclear Po1yhidrosis Virus (NPV) yang
mempunyai prospek cukup baik untuk mengendalikan larva Lepidoptera, seperti
ulat grayak.
Faktor Makanan
Faktor makanan sangat
penting bagi kehidupan serangga hama. Keberadaan faktor makanan akan
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, curah hujan dan tindakan manusia. Pada musim
hujan, orang banyak menanam lahannya dengan berbagai tanaman. Apabila semua
faktor lain sangat mendukung perkembangan serangga maka pertambahan populasi
serangga akan sejalan dengan makin bertambahnya makanan. Keadaan sebaliknya
akan menurunkan populasi serangga hama. Hubungan faktor makanan dengan populasi
serangga itu disebut hubungan bertautan padat atau density independent. Oleh karena itu faktor makanan dapat digunakan
untuk menekan populasi serangga hama, baik dalam bentuk tidak memahami lahan pertanian
dengan tanaman yang merupakan makanan serangga hama, bisa juga menanami lahan
pertanian dengan tanaman yang tidak disukai serangga hama tertentu atau dengan
tanaman resistens. Misal makin luasnya tanaman kelapa akan meningkatkan,
populasi Artona sp. Walaupun demikian
Artona lebih menyukai daun tua dan
bukan daun muda yang baru terbuka ataupun daun yang belum terbuka kurang
disukai. Walang sangit hanya menghisap butir padi dalam keadaan matang susu.
Jelaslah tersedianya kualitas makanan dalam jumlah yang memadai akan
meningkatkan populasi hama dengan cepat.
thx yaa buat artikel`a :)
salam kenal